, ,

Gepeng Dan Manusia Silver Masalah Klasik Di Balik Tenangnya Kota

oleh -244 Dilihat

Gepeng dan Manusia Silver Kota Mojokerto: Permainan Kucing-kucingan yang Tak Kunjung Usai

Kota Mojokerto- kota yang tenang, ternyata masih menghadapi persoalan klasik yang tak kunjung tuntas: maraknya aktivitas gelandangan dan pengemis gepeng di sudut-sudut jalan. Fenomena yang paling mencolok adalah kehadiran “manusia silver” yang seperti bayangan, muncul di persimpangan jalan untuk “menyapa” pengendara yang berhenti. Meski razia demi razia digelar, mereka bagai air yang mencari celah, selalu menemukan cara untuk kembali.

Gepeng Dan Manusia Silver Masalah Klasik Di Balik Tenangnya Kota
Gepeng Dan Manusia Silver Masalah Klasik Di Balik Tenangnya Kota

Baca Juga : Petani Banjaragung Dan Kunci Kemakmuran Mereka

Lokasi yang paling menjadi sorotan adalah Simpang Empat Pemandian Sekarsari. Di titik ini, pemandangan yang seharusnya lancar justru sering diwarnai aksi empat manusia silver yang berjaga di empat penjuru mata angin: Jalan Gajah Mada, Empunala, dan Residen Pamuji. Dengan tubuh dilumuri cat silver, mereka mendatangi satu per satu kendaraan yang berhenti, menciptakan ketidaknyamanan dan kekhawatiran bagi para pengemudi.

Siklus yang Tak Berujung: Razia, Hilang, dan Kembali Lagi

Keberadaan mereka tentu bukanlah hal yang diabaikan oleh aparat. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sebagai ujung tombak penertiban telah berulang kali turun tangan. Namun, hasilnya selalu sama: para gepeng ini ditertibkan, menghilang sebentar, lalu muncul kembali di hari atau minggu berikutnya. Siklus ini tidak hanya dialami oleh manusia silver, tetapi juga oleh pengamen dan pengemis lanjut usia yang sudah berkali-kali terciduk.

Putri, seorang warga Kota Mojokerto, menyuarakan keprihatinan yang mungkin juga dirasakan banyak orang. “Sudah rutin dirazia, tapi ujung-ujungnya balik lagi juga,” ujarnya. Ia pun memberikan sudut pandang yang lebih mendasar. “Mungkin yang dibutuhkan lebih pada rehabilitasi sosial agar mereka tidak di jalanan lagi. Penertiban saja tidak cukup, perlu ada solusi jangka panjang, misalnya dengan memberi mereka pelatihan dan pekerjaan yang layak.”

Upaya di Balik Layar: Dari Penertiban ke Rehabilitasi

Menanggapi kompleksitas masalah ini, Satpol PP sebenarnya tidak bekerja sendirian. Dalam setiap operasi, Dinas Sosial turut dilibatkan. Tugas petugas sosial ini adalah melakukan asesmen atau penilaian mendalam terhadap setiap individu yang berhasil diamankan. Tujuannya mulia: memahami akar permasalahan dan kebutuhan mereka, lalu memberikan bimbingan serta program rehabilitasi dengan harapan dapat memutus mata rantai kehidupan di jalanan.

Tantangan Terbesar: Jam Operasional yang Tak Menentu

Mulyono, Kepala Seksi Operasional Satpol PP Kota Mojokerto, mengakui bahwa maraknya gepeng masih menjadi tantangan. Ia menegaskan bahwa pihaknya akan meningkatkan intensitas patroli dan operasi. “Nanti kita lakukan penertiban,” tegas Mulyono.

Namun, di balik niat itu, terdapat kendala nyata. Menurut Mulyono, aktivitas para gepeng, khususnya manusia silver, sangat sulit diprediksi. Jam operasional mereka tidak menentu dan sering berubah-ubah, layaknya strategi gerilya. “Teman-teman petugas masih mempelajari pola aktivitas manusia silver karena memang sangat dinamis dan berubah-ubah,” jelasnya. Kondisi ini membuat penertiban menjadi seperti permainan kucing-kucingan; ketika petugas datang, mereka sudah menghilang, dan muncul kembali ketika situasi dianggap sudah aman.

Dengan demikian, persoalan gepeng dan manusia silver di Kota Mojokerto jelas membutuhkan pendekatan yang lebih komprehensif. Gabungan antara penegakan peraturan yang konsisten dan program rehabilitasi sosial yang menyentuh akar masalah menjadi kunci untuk memecahkan siklus yang telah berlangsung lama ini. Tanpa itu, aksi “kucing-kucingan” di persimpangan jalan Kota Mojokerto mungkin akan terus berlanjut.

Dior

No More Posts Available.

No more pages to load.