Kasus Kekerasan Seksual Anak Kandung di Mojokerto: Ayah Biadab Ancam Bunuh dan Cekik Korban demi Bisu-kan Aksi Bejat
Kota Mojokerto- Sebuah peristiwa yang guncang nurani kemanusiaan terungkap di Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto. Seorang ayah kandung, berinisial FFA (30), harus berhadapan dengan meja hijau atas dakwaan mencabuli anak kandungnya sendiri, FFP, yang masih berusia 11 tahun. Sidang perdana kasus yang mendukakan ini digelar di Ruang Cakra PN Mojokerto, mengangkat cerita kelam tentang pengkhianatan terhadap ikatan suci orang tua dan anak.

Baca Juga : Sapu Angin Terjang Kota Mojokerto, Taman Kebanggaan Warga Rusak
Dalam persidangan tersebut, jaksa penuntut umum menghadirkan dakwaan yang berat dan berlapis, mencerminkan betapa seriusnya tindakan keji ini. Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto, W. Erfandi Kurnia Rachman, secara tegas menyampaikan bahwa terdakwa dijerat dengan Pasal 81 ayat (3) juncto Pasal 76D, dan/atau Pasal 81 ayat (2) juncto Pasal 76D, atau Pasal 82 ayat (2) jo Pasal 76E Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
“Kami memberlakukan dakwaan berlapis sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak, yang mengancam hukuman maksimal pidana penjara 15 tahun,” tegas Erfandi, menegaskan komitmen aparat penegak hukum dalam memberikan perlindungan maksimal bagi korban kejahatan, terutama anak-anak.
Dibalik Dakwaan: Dua Aksi Keji dan Ancaman Maut
Amar dakwaan yang dibacakan di persidangan mengungkap narasi pilu yang dialami korban. FFA diduga tidak hanya sekali, tetapi dua kali, melakukan persetubuhan terhadap putri sulungnya itu. Yang lebih membuat hati miris, aksi biadab ini disertai dengan ancaman kekerasan fisik hingga ancaman pembunuhan untuk memaksa dan membungkam sang anak.
Aksi pertama terjadi pada bulan Desember 2024. Berkedok kebaikan hati, FFA mengajak putrinya yang masih kecil itu untuk membeli es krim pada pukul 11.00 WIB. Namun, niat manis itu berubah menjadi mimpi buruk. Di tengah perjalanan, tepatnya di Desa Bicak, Kecamatan Trowulan, FFA membawa korban masuk ke dalam sebuah rumah kosong. Di tempat itulah, sang ayah melepas pakaian anak kandungnya sendiri dan secara paksa melakukan persetubuhan.
“Untuk melanggengkan niat jahatnya, terdakwa bahkan mengancam akan memukul dan membunuh anaknya sendiri jika berani melawan. Ia juga secara terang-terangan melarang korban menceritakan kejadian mengerikan ini kepada siapapun,” papar Erfandi, menggambarkan teror yang dialami korban.
Tragisnya, teror dan pengkhianatan ini berulang
Pada Maret 2025, FFA kembali melakukan aksi bejatnya. Saat itu, ia bersama istri dan putri sulungnya tersebut pergi berenang ke sebuah kolam di Desa Temon. Dalam suasana yang seharusnya riang gembira, malapetaka kembali menghampiri. Sang istri meminta diantarkan ke rumah kerabat, meninggalkan FFP sendirian di kolam renang.
Setelah mengantar istrinya, FFA kembali menjemput korban. Alih-alih pulang, ia membujuk anaknya itu untuk pindah ke kolam lain di daerah Jatirejo. Di pinggir Sungai Desa Kumitir, ia berhenti dengan alasan hendak buang air besar. Namun, itu hanyalah tipu muslihat. FFA justru menarik paksa korban untuk mandi di sungai dan membawanya ke bawah jembatan.
“Saat itulah niat jahatnya kembali dilakukan. Korban yang ketakutan sempat berusaha melawan dan memberontak. Namun, terdakwa yang tak berperikemanusiaan justru menyelupkan kepala korban ke dalam air sungai hingga kehabisan napas dan lemas. Dalam kondisi tak berdaya itulah, korban kembali dipaksa untuk menuruti kemauan haram ayah kandungnya sendiri,” tutur Erfandi, mengisahkan detik-detik mencekam yang dialami gadis kecil malang itu.
Pengkhianatan dalam Balik Kehamilan & Terungkapnya Aksi Bejat
Yang membuat kasus ini semakin memilukan, aksi-aksi keji FFA ini dilakukan justru ketika sang istri, ibu dari korban, sedang mengandung anak kedua mereka. Topeng sebagai seorang suami dan calon ayah dikenakannya, sambil menyembunyikan wajah aslinya yang predator.
Tirai kebisuan akhirnya tersibak pada 1 Juni lalu. Keberanian korban untuk berbicara muncul setelah ia pulang dari rumah neneknya. guncang Saat sedang berganti baju di kamar mandi, FFA kembali berusaha mendekati dan mencabulinya. Trauma yang menumpah akhirnya membuat FFP memberanikan diri untuk melapor kepada ibunya, mengungkap semua penderitaan yang ia alami selama ini.
Mendengar pengakuan pilu anaknya, sang istri tentu saja syok dan hancur hati. Upaya mediasi yang dilakukan di balai desa setempat tidak membuahkan hasil dan jalan tengah. Dengan berat hati, namun demi keadilan dan keselamatan anaknya, ia pun mengambil langkah berani dengan melaporkan suaminya sendiri ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Mojokerto.
guncang Kasus ini kini terus bergulir di persidangan, menjadi perhatian banyak pihak dan mengingatkan kita semua akan pentingnya kewaspadaan dan perlindungan ekstra terhadap anak-anak dari ancaman predator seksual, yang bisa saja berada sangat dekat, bahkan dalam lingkaran keluarga sendiri. Masyarakat menanti proses hukum yang berjalan sebagaimana mestinya, agar keadilan bagi korban kecil ini benar-benar ditegakkan.







