, ,

Pertempuran Kota Ke Perlawanan Terorganisir Dari Mojokerto

oleh -143 Dilihat

Mojokerto: Benteng Terakhir Perlawanan di Masa Revolusi

Kota Mojokerto- Ketika gelombang pertempuran memuncak dan Kota Surabaya akhirnya jatuh ke tangan pasukan musuh, semangat juang rakyat Indonesia tidak serta-merta padam. Justru, api perlawanan itu menemukan rumah barunya: Kota Mojokerto. Dari sinilah, sebuah babak baru perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia yang masih seumur jagung dimulai.

Pertempuran Kota Ke Perlawanan Terorganisir Dari Mojokerto
Pertempuran Kota Ke Perlawanan Terorganisir Dari Mojokerto

Baca Juga : Menjamin Keamanan Wisatawan, Jolotundo Gelar Operasi Pemangkasan Pohon

Dari Kota Pahlawan ke Kota Benteng

Setelah peristiwa heroik 10 November 1945 di Surabaya, para pejuang harus melakukan strategi konsolidasi. Mojokerto, dengan lokasinya yang strategis, dipilih menjadi markas besar bagi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan berbagai laskar perjuangan lainnya. Sejarawan Ayuhanafiq menjelaskan, “Pemilihan Mojokerto sebagai markas pasukan bukan tanpa alasan. Lokasinya yang cukup dekat dengan Surabaya memungkinkan untuk mengoordinasi perlawanan, sekaligus memberikan ruang untuk memperkuat barisan.”

Di bawah komando seorang perwira tangguh, Soengkono, front pertahanan pun dibentuk. Mojokerto bertransformasi dari sebuah kota biasa menjadi sebuah benteng kokoh yang siap menahan laju agresi musuh. Status ini bertahan hingga tahun 1946, di mana dalam kurun waktu tersebut, terjadi dinamika internal dalam tubuh TKR.

Dinamika Kepemimpinan dan Konsolidasi Kekuatan

Dalam masa genting ini, komando TKR Mojokerto mengalami pergantian tongkat estafet. Marhadi, yang semula memegang tampuk komando, digantikan oleh Mayor R.M. Soedarsono. Pergantian ini bukanlah sebuah kemunduran, melainkan bagian dari strategi reorganisasi yang lebih besar. Marhadi sendiri kemudian dipercaya untuk mengisi posisi vital sebagai Kepala Staf Divisi IV Narotama, menunjukkan bahwa pergeseran ini adalah upaya untuk memperkuat struktur komando di level yang lebih tinggi.

Dari markasnya di Mojokerto, TKR tidak hanya berdiam diri. Mereka aktif mengoordinasi dan mengirimkan pasukan secara bergiliran untuk memperkuat pos-pos pertahanan di kawasan strategis, seperti Legundi, Gresik. Seperti diungkapkan oleh penulis buku Revolusi di Pinggir Kali, “TKR Mojokerto menjadi salah satu pilar kekuatan mempertahankan kemerdekaan. Mereka adalah tulang punggung yang memastikan garis pertahanan di wilayah timur Jawa tetap berdiri.”

Perubahan Musuh dan Eskalasi Pertempuran

Memasuki fase revolusi yang lebih lanjut, wajah musuh yang dihadapi para pejuang mulai berubah. Jika sebelumnya berhadapan langsung dengan pasukan Sekutu (Inggris), perlahan-lahan terkuak bahwa tentara Belanda (NICA)-lah yang berusaha memanfaatkan kedatangan Sekutu untuk kembali menjajah Indonesia. “Belanda berusaha memperluas daerah pertempuran dengan licik, menunggangi rombongan pasukan Inggris, dan tak henti berupaya merebut wilayah Mojokerto yang strategis,” tegas Ayuhanafiq.

Dalam upaya mempertahankan kedaulatan ini, TKR dan barisan pejuang harus menghadapi berbagai pertempuran sengit. Salah satu pertempuran yang paling berdarah terjadi di Brangkal. Pertempuran ini menelan banyak korban jiwa dari pihak pejuang kita, menjadi saksi bisu betapa mahal harga yang harus dibayar untuk mempertahankan setiap jengkal tanah air.

Transformasi Nama, Tetap pada Semangat yang Sama

Sebagai cerminan dari dinamika organisasi militer di masa revolusi, TKR Mojokerto pun mengalami beberapa kali perubahan identitas. Dari TKR, kesatuan ini pernah berubah nama menjadi Batalyon 7420. Transformasi ini tidak berhenti di sana; dalam perjalanannya, batalyon ini kembali berevolusi menjadi Batalyon 6010, sebuah batalyon tempur yang tangguh. Setiap perubahan nama ini menandai babak baru dalam struktur dan strategi, namun semangat juang dan tekad untuk mempertahankan Republik Indonesia tetap sama dan tak pernah luntur.

Dengan demikian, sejarah mencatat Mojokerto bukan hanya sebagai saksi bisu, melainkan sebagai aktor aktif yang menjadi benteng terakhir dan penjaga nyala api revolusi di saat-saat yang paling kritis. Jejak heroisme di kota ini mengingatkan kita bahwa perjuangan kemerdekaan adalah sebuah mosaik besar, yang disusun dari keteguhan hati para pejuang di berbagai penjuru tanah air, termasuk di Mojokerto.

Dior

No More Posts Available.

No more pages to load.